Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan penerapan standar kinerja energi untuk peralatan pemanfaatan listrik.
Hasil yakni dengan terbitnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) nomor 14 tahun 2021 tentang Penerapan Standar Kinerja Energi Minimum Untuk Peralatan Pemanfaat Energi .
Dalam dokumen Permen ESDM 14/2021 yang diterima Ruangenergi.com tersebut, menjadi pertimbangan yakni :
a. bahwa untuk melaksanakan penerapan konservasi energi melalui efisiensi konsumsi penggunaan energi pada peralatan pemanfaat energi, perlu mengatur penerapan standar kinerja energi minimum untuk peralatan pemanfaat energi yang diperdagangkan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara lebih komprehensif;
b. bahwa untuk melindungi dan memberikan informasi kepada pengguna energi dalam pemilihan peralatan pemanfaat energi yang hemat energi, perlu menerapkan kewajiban pencantuman tanda standar kinerja energi minimum atau tanda label hemat energi pada peralatan pemanfaat energi;
c. bahwa Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2014 tentang Pembubuhan Label Tanda Hemat Energi untuk Lampu Swabalast dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 57 Tahun 2017 tentang Penerapan Standar Kinerja Energi Minimum untuk Peranti Pengkondisi Udara sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat, sehingga perlu diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Penerapan Standar Kinerja Energi Minimum untuk Peralatan Pemanfaat Energi;
Pasal 1, menjelaskan bahwa dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Standar Kinerja Energi Minimum yang selanjutnya disingkat SKEM adalah spesifikasi yang memuat sejumlah persyaratan kineija energi minimum pada kondisi tertentu yang secara efektif dimaksudkan untuk membatasi jumlah konsumsi energi maksimum yang diizinkan untuk peralatan pemanfaat energi.
2. Label Tanda Hemat Energi adalah label yang menyatakan produk peralatan pemanfaat energi telah memenuhi syarat hemat energi tertentu.
3. Peralatan Pemanfaat Energi adalah peranti, perangkat, atau fasilitas yang dalam pengoperasiannya memanfaatkan energi atau sumber energi.
4. Sertifikat Hemat Energi adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga sertilikasi produk untuk menyatakan suatu Peralatan Pemanfaat Energi telah memenuhi SKEM dengan tingkat hemat energi tertentu.
5. Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SNI adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
6. Sertifikasi Hemat Energi adalah kegiatan penilaian kesesuaian hemat energi untuk Peralatan Pemanfaat Energi berdasarkan SN] ISO/IEC 17067:2013 mengenai penilaian kesesuaian fundamental sertifikasi produk dan panduan skema sertifikasi produk atau perubahannya.
7. Lembaga Sertifikasi Produk yang selanjutnya disebut LSPro adalah lembaga yang melakukan kegiatan sertifikasi hemat energi untuk Peralatan Pemanfaat Energi berdasarkan standar pengelolaan lembaga sertifikasi produk sesuai dengan SNI ISO/IEC 17065:2012 mengenai penilaian kesesuaian persyaratan untuk lembaga sertifikasi produk, proses, dan jasa atau perubahannya.
8. Laboratorium Pengujian adalah laboratorium yang melaksanakan pengujian hemat energi untuk Peralatan Pemanfaat Energi berdasarkan standar pengelolaan laboratorium pengujian sesuai dengan SNI ISO/IEC 17025:2017 mengenai persyaratan umum kompetensi laboratorium pengujian dan laboratorium kalibrasi atau perubahannya.
9. Komite Akreditasi Nasional yang selanjutnya disingkat KAN adalah lembaga nonstruktural yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang akreditasi lembaga penilaian kesesuaian.
10. Produsen Dalam Negeri adalah industri dalam negeri yang melakukan kegiatan memproduksi dan/atau merakit komponen utama menjadi unit Peralatan Pemanfaat Energi.
11. Importir adalah orang perseorangan, Iembaga, atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang melakukan kegiatan memasukan Peralatan Pemanfaat Energi ke dalam daerah pabean Indonesia.
12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi.
13. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan panas bumi, bioenergi, aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi.
Dalam Pasal 2, menerangkan bahwa :
(1) Produsen Dalam Negeri dan Importir wajib menerapkan SKEM pada Peralatan Pemanfaat Energi yang akan diperdagangkan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Penerapan SKEM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pencantuman tanda SKEM atau pencantuman Label Tanda Hemat Energi.
Selanjutnya, dalam pelaksanaan penerapan SKEM bagian Kesatu pencantuman tanda SKEM, Pasal 3 menjelaskan :
(1) anda SKEM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) menunjukkan Peralatan Pemanfaat Energi telah memenuhi batas minimal efisiensi energi dan kriteria SKEM yang dipersyaratkan.
(2) Tanda SKEM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan pada produk Peralatan Pemanfaat Energi.
(3) Pencantuman Tanda SKEM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pada setiap jenis Peralatan Pemanfaat Energi sesuai dengan kriteria SKEM, bentuk, dan spesifikasi tanda SKEM.
(4) Jenis Peralatan Pemanfaat Energi, kriteria SKEM, bentuk dan spesifikasi tanda SKEM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri melalui Direktur Jenderal.
Adapun Pemerintah akan memberikan sanksi yang tercantum dalam Pasal 24 yakni Produsen Dalam Negeri dan Importir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang melakukan pelanggaran, di antaranya :
a. kesesuaian nilai tingkat hemat energi dalam Label Tanda Hemat Energi yang dicantumkan pada Peralatan Pemanfaat Energi dengan nilai kinerja energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3); dan
b. melewati batas toleransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), dikenai sanksi administratif.
Lalu, Pasal 25 menerangkan bahwa Produsen Dalam Negeri dan Importir yang tidak menyampaikan laporan akan dikenai sanksi administratif.
Selanjutnya, Pasal 26 mengatakan bahwa :
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 berupa peringatan tertulis yang diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dengan jangka waktu peringatan masing-masing paling jarna 1 (satu) bulan.
(2) Dalam hal Produsen Dalam Negeri atau importir yang dikenai sanksi peringatan tertulis belum melaksanakan kewajiban setelah berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal memberikan rekomendasi kepada LSPro untuk tidak menerbitkan Sertifikat Hemat Energi pada permohonan berikutnya yang diajukan oleh Produsen Dalam Negeri atau Importir.
Kemudian, Pasal 27 menjelaskan bahwa :
(1) LSPro yang tidak menyampaikan salinan Sertifikat Hemat Energi dengan disertai salinan hasil pengujian yang dikeluarkan oleh Laboratorium Pengujian juga akan dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa peringatan tertulis.
(3) Dalam hal LSPro yang dikenai sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum melaksanakan kewajiban dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja, Direktur Jenderal memberikan sanksi berupa pencabuten penunjukan.
Sebagai penutup, dalam Pasal 30, Menteri ESDM menegaskan bahwa Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada saat :
a. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor18 Tahun 2014 tentang Pembubuhan Label Tanda Hemat Energi untuk Lampu Swabalast (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 828); dan
b. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 57 Tahun 2017 tentang Penerapan Standar Kinerja Energi Minimum dan Pencantuman Label Tanda Hemat Energi untuk Peranti Pengondisi Udara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1847), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku